Mobil Plat Merah Pemkab Solok di Hari Merah: Menguji Akuntabilitas dan Integritas Birokrasi

Di tengah khidmatnya perayaan Idul Adha dan suasana liburan yang seharusnya tenang, sebuah pemandangan tak lazim tertangkap mata di Kota Padang, Minggu, 9 Juni 2025, sebuah mobil dinas berpelat merah BA 12 H, yang diketahui milik Inspektorat Daerah Pemerintah Kabupaten Solok, melenggang bebas. Insiden ini, sekilas tampak sepele, namun sesungguhnya memicu pertanyaan fundamental tentang akuntabilitas, disiplin, dan integritas birokrasi kita.

Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara (Permen PAN) No. 87 Tahun 2005 sudah gamblang menyatakan: kendaraan dinas hanya boleh digunakan untuk kepentingan dinas dan pada hari kerja kantor. Aturan ini bukan sekadar formalitas. Ia adalah fondasi untuk memastikan bahwa fasilitas negara, yang dibeli dan dirawat dengan uang rakyat, digunakan secara efisien dan sesuai peruntukannya. Ketika sebuah kendaraan dinas terlihat beroperasi di hari libur nasional, apalagi di luar wilayah dinasnya yang utama, alarm transparansi dan pertanggungjawaban publik seharusnya segera berbunyi.

Penjelasan dari Inspektur Daerah Kabupaten Solok, dikutip dari mediasumbar.net, Dery Akmal, yang menyebutkan mobil tersebut "dari lembur langsung ke Padang servis," mungkin terdengar logis. Namun, alasan ini perlu ditelaah lebih jauh. Apakah urgensi servis kendaraan dinas harus dilakukan di hari libur nasional, mengesampingkan Permen PAN yang berlaku? Apakah tidak ada jadwal servis di hari kerja yang bisa diatur sebelumnya? Transparansi penuh atas urgensi ini menjadi krusial untuk meredam spekulasi.

Kemudian, pernyataan Bupati Pemkab Solok, Jon Pandu, yang menyebutkan "kalau masih di dalam provinsi, masih bisa kita tolerir," justru menambah kompleksitas. Toleransi semacam ini, jika tidak diatur dengan batasan yang sangat jelas dan ketat, berpotensi membuka celah penyalahgunaan. Konsep "toleransi" dalam penggunaan fasilitas negara harus selalu didasarkan pada peraturan yang ada, bukan interpretasi longgar yang bisa mengaburkan batas antara kepentingan dinas dan pribadi. Di mana batas toleransi ini? Apakah ada mekanisme pelaporan atau persetujuan khusus untuk penggunaan di luar jam kerja atau di luar kota dinas? Publik berhak tahu.

Kasus ini adalah gambaran mikro dari persoalan makro yang lebih besar: penyalahgunaan fasilitas negara. Setiap penyimpangan, sekecil apa pun, berpotensi merugikan negara—bukan hanya secara finansial, tetapi juga mengikis kepercayaan publik. Ingat, Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) secara tegas menggarisbawahi bahwa penyalahgunaan fasilitas negara dapat dikategorikan sebagai tindak pidana korupsi apabila merugikan keuangan atau perekonomian negara. Ini bukan ancaman kosong, melainkan peringatan serius bagi setiap Aparatur Sipil Negara (ASN) untuk menjaga amanah.

Masyarakat kini jauh lebih kritis. Dengan akses informasi yang mudah, setiap gerak-gerik birokrasi, apalagi yang menyangkut penggunaan aset negara, akan selalu menjadi sorotan. Sebuah mobil dinas yang melaju di hari libur bukan lagi sekadar insiden kecil, melainkan simbol yang bisa diartikan sebagai kurangnya disiplin, abainya akuntabilitas, atau bahkan indikasi penyalahgunaan wewenang.

Insiden mobil dinas Inspektorat Daerah Kabupaten Solok ini harus menjadi momentum penting bagi seluruh jajaran pemerintahan, khususnya di Sumatera Barat. Ini adalah panggilan untuk introspeksi mendalam:

 * Penegakan Aturan yang Tegas: Pastikan Permen PAN No. 87 Tahun 2005 ditegakkan tanpa kompromi. Tidak boleh ada interpretasi ganda yang membuka ruang bagi pelanggaran.

 * Transparansi Mekanisme Pengecualian: Jika memang ada kondisi darurat atau khusus yang mengharuskan penggunaan kendaraan dinas di luar jam kerja atau wilayah, harus ada mekanisme persetujuan yang transparan, tercatat, dan dapat dipertanggungjawabkan.

 * Edukasi dan Sosialisasi Berkelanjutan: Seluruh ASN harus terus diingatkan dan diedukasi mengenai batasan serta konsekuensi hukum dari penyalahgunaan fasilitas negara.

 * Pengawasan Internal yang Kuat: Inspektorat sebagai pengawas internal harus menjadi teladan utama dalam ketaatan aturan. Justru ketika mobil dari Inspektorat yang melanggar, dampaknya terhadap kepercayaan publik bisa menjadi berlipat ganda.

Kita berharap, insiden ini bukan hanya berlalu sebagai berita sesaat, melainkan menjadi pemicu bagi perbaikan sistemik. Integritas birokrasi adalah cerminan dari kematangan sebuah negara. Sudah saatnya kita membuktikan bahwa fasilitas negara sepenuhnya digunakan untuk kepentingan rakyat, bukan untuk kepentingan pribadi atau kenyamanan yang semu. Akuntabilitas tidak boleh berhenti pada penjelasan, tetapi harus terwujud dalam tindakan nyata.

Padang, 12 Juni 2025

Penulis: Andarizal, "KJI" Kolaborasi Jurnalis Indonesia


Topik Terkait

Baca Juga :